Bima - Koran Pemuda, (19/02/2021) Disaat pasca panen, menjelang masa tanam padi dan jagung, disela-sela penyebaran wabah virus corona/covid-19 diduga banyak pemain pupuk menghalalkan berbagai macam cara untuk meraup keuntungan yang luput dari perhatian publik dan fungsi pengawasan kontrol sosial.
Seperti yang diduga terjadi di Desa Risa Kec. Woha Kabupaten Bima, terjadi kelangkaan pupuk bersubsidi yang diduga akibat ulah nakal para pengecer pupuk bersubsidi.
Berdasarkan Peraturan Menteri (Permentan) No 01 Tahun 2020 tentang Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2020 ,BAB I Pasal 1 ayat (11) Pengecer Resmi adalah penyalur di Lini IV sesuai ketentuan Peraturan Menteri Perdagangan Tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian, dan Pasal 1 ayat (8) Harga Eceran Tertinggi selanjutnya disebut HET adalah harga Pupuk Bersubsidi yang ditetapkan oleh Menteri untuk dibeli oleh petani atau kelompok tani secara tunai dalam kemasan tertentu di Penyalur Lini IV.
Seorang advokat muda, Andriansyah, SH., menanggapi hal tersebut, menurutnya banyak dugaan pengecer pupuk bersubsidi yang menjual pupuk bersubsidi dengan di paketkan dan diduga tidak sesuai dengan harga eceran tertinggi.
"Pupuk bersubdidi diduga dijual dipaketkan dengan harga mencapai Rp145 ribu hingga Rp150 ribu." Ujarnya
"Bahkan ada dugaan pungutan liar dari pihak distributor kepada pengecer pupuk, hingga Rp20 juta rupiah."Lanjut Ardiansyah
Andriansyah,SH., juga mendesak dan meminta Pemda Kabupten Bima melalui Dinas terkait dan KP3 serta Bupati Bima agar memangil dan menindak tegas pihak distributor maupun pengecer yang masih nakal
Hal ini diduga pula melanggar Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 08 Tahun 1999Tentang Perlindungan Kosumen Pasal 62 ayat (1) Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat (2), dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). Karena diduga berpotensi pada pengurangan takaran, ukuran dan timbangan, serta kemasan yang diduga tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, hal tersebut sebagaimana dimaksud pada Undang-Undang Tentang Metrologi Legal Nomor 02 Tahun 1981. Hal ini sangat penting diketahui para petani agar tidak dirugikan sebagai konsumen pupuk bersubsidi.
(Ardi)